Rabu, 23 Desember 2009

MUKADIMAH

Hutan Indonesia merupakan anugerah dan amanah Tuhan Yang Maha Esa berupa sumber kekayaan alam yanng serbaguna sebagai sistem penyangga kehidupan dan manifestasi dari sifat Maha Pemurah dan Maha Pengasih.
Hutan dapat mewujudkan diri di dalam berbagai bentuk yang pada hakekatnya selalu merupakan pengejawantahan dari lima unsur pokok yang menyebabkan adanya apa yang dinamakan hutan itu, ialah bumi, air, udara, sinar matahari dan alam hayati, sebagai kesatuan menurut ruang dan waktu.
Fungsi dan manfaat hutan, sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang memiliki keterbatasan daya dukung tidak dibatasi oleh keadaan hutan itu sendiri, melainkan semata-mata oleh keterbatasan kemampuan manusia dalam memanfaatkannya untuk mensejahterakan manusia lahir dan bathin.
Pengelolaan hutan pada hakekatnya merupakan aktivitas yang mendudukkan hutan sebagai ekosistem untuk sebesar-besar kesejahteraan dan kebehagiaan manusia lahir dan bathin dengan mempertahankan kelestarian fungsi dan manfaatnya. Pelaksanaan pengelolaan tersebut sebagai pengejawantahan dari rasa syukur Rimbawan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih yang dilakukan dengan berazaskan kerakyatan, keadilan, partisipatif, demokratis, keterbukaan, keterpaduan, kejujuran dan bertanggunggugat.
Rimbawan dalam menunaikan tugas mengurus hutan dan kehutanan wajib menyikapinya sebagai amanah untuk memanfaatkan hutan secara optimal dan lestari.
Menyadari bahwa kondisi hutan telah menurun baik kualitas dan kuantitasnya, menuntut tanggung jawab, upaya dan kerja keras Rimbawan untuk memulihkannya.

KODE ETIK RIMBAWAN INDONESIA

Rimbawan adalah seseorang yang mempunyai pendidikan kehutanan dan atau pengalaman di bidang kehutanan dan terikat oleh norma-norma sebagai berikut:
  1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Menempatkan hutan alam sebagai bagian dari upaya mewujudkan martabat dan integritas bangsa di tengah bangsa-bangsa lain sepanjang jaman.
  3. Menghargai dan melindungi nilai-nilai kemajemukan sumberdaya hutan dan sosial budaya setempat.
  4. Bersikap obyektif dalam melaksanakan segenap aspek kelestarian fungsi ekonomi, ekologi dan sosial hutan secara seimbang dimanapun dan kapanpun bekerja dan berdarma bakti.
  5. Menguasai, meningkatkan, mengembangkan, mengamalkan ilmu dan teknologi berwawasan lingkungan dan kemasyarakatan yang berkaitan dengan hutan dan kehutanan.
  6. Menjadi pelopor dalam setiap upaya pendidikan dan penyelematan lingkungan dimanapun dan kapanpun rimbawan berada.
  7. Berprilaku jujur, bersahaja, terbuka, komunikatif, bertanggung gugat, demokratis, adil, ikhlas dan mampu bekerjasama dengan semua pihak sebagai upaya dalam mengemban profesinya.
  8. Bersikap tegar, teguh dan konsisten dalam melaksanakan segenap bidang gerak yang diembannya, serta memiliki kepekaan, proaktif, tanggap, dinamis dan adaptif terhadap perubahan lingkungan strategis yang mempengaruhinya baik di tingkat lokal, nasional, regional, dan global.
  9. Mendahulukan kepentingan tugas rimbawan dan kepentingan umum (publik interest) saat ini dan generasi yang akan datang, di atas kepentingan-kepentingan lain.
  10. Menjunjung tinggi dan memelihara jiwa korsa rimbawan.

Cangkuang - Sukabumi, 4 Nopember 1999

Jumat, 18 Desember 2009

Tumbuhkan Norma Sosial Dalam Lingkungan

Peranan Penting Hutan
Hutan merupakan suatu sumber kehidupan baik tumbuhan (flora) maupun hewan (fauna) dari yang sederhana maupun sampai ketingkat yang lebih tinggi dan dengan luas sedemikian rupa serta mempunyai kerapatan tertentu dan bisa juga menutupi areal, sehingga dapat membentuk iklim tertentu. Hutan sangat penting bagi kehidupan dimuka bumi, terutama bagi kehidupan gnerasi sekarang maupun generasi mendatang. Hutan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi baik flora maupun fauna, didalamnya mempunyai mamfaat. Pamampaatan hutan dapat dikelompokan menjadi mamfaat tangible dan intangible. Mamfaat tangible merupakan mamfaat yang diperoleh dari sumber daya alam berbentuk material dan dapat dikualifikasikan dalam nilai kebutuhan hidup seperti kayu, sumber makanan, air dan lain-lain, sedangkan mamfaat intangible merupakan mamfaat sumberdaya alam tidak langsung tetapi masih dianggap barang publik dan bisa dinikmati orang banyak, misalnya : rekreasi, penelitian, pendidikan dan latihan dan lain–lain. Berbagai mamfaat tersebut merupakan asset nasional yang harus di kelola dan dipertahankan sebagai satu kawasan konservasi agar dapat bermamfaat bagi keseimbangan ekosistem.
Sebagai manusia kita harus mengetaui fungsi hutan sebagai penyedia air dan pengendali iklim mikro, sangat sulit ditampakkan dalam praktek kesehariannya. Bahkan terperangkap dalam jargon "Hutan - tambang emas keanekaragaman hayati" dan fungsi daerah konservasi sebagai perlindungan keanekaragaman hayati. Kita lupa bahwa ekosistem juga perlu dianekaragamkan untuk mengejar keseimbangan yang mungkin semakin jauh.
Bagi masyarakat luas (masyarakat produksi) hutan tidak harus diperlakukan seperti tanaman saja (penyedia kayu dan serat), karena mempunyai kegunaan penting lainnya seperti rekreasi dan pendidikan, habitat satwa liar, daerah aliran udara dan air; yang berfungsi paling baik bila ada berbagai macam jenis.
Sederetan penyebab kerusakan hutan dan menurunnya luas kawasan hutan dapat dikurangi dengan meningkatkan peran serta masyarakat yang lebih nyata, dan mengurangi "tekanan" kepada hutan dengan menekan kebutuhan atau konsumsi masyarakat (ingat program daur ulang, dan hemat energi termasuk air).
Peran masyarakat tidak hanya berhenti pada upaya mobilisasi yang dilaksanakan pemerintah semata, misalnya dalam gerakan penanaman hutan pohon. Melainkan harus timbul dalam spektrum yang lebih luas, mulai dari tahap kesadaran, perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauannya. Peran serta Masyarakat bisa saja lahir dalam bentuk yang beraneka ragam, seperti mempertahankan ruang terbuka hijau di kota dan mengembangkannya menjadi hutan kota, mempertahankan daerah resapan air untuk dipergunakan guna kepentingan komersial, dll.
Belum terhitung permasalahan lingkungan yang lain. Setiap orang mengangguk mendengarkan "Pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan". Karena kita memang harus merencanakan dan mengelola lingkungan hidup dengan baik. Namun bila kita menghendaki lingkungan yang berkelanjutan, kita harus memikirkan kembali apa yang kita maksud dengan "lingkungan yang baik" itu.
Pendidikan Lingkungan
Manusia hidup dalam satu ruang yang berisi, ruang yang berisi ini disebut dengan lingkungan hidup. Lingkungan hidup ini terdiri dari komponen-komponen yang mempunyai hubungan satu sama lainnya, dapat kita bagi menjadi 3 golongan, yaitu
1. golongan warga yang biasa disebut masyarakat manusia,
2. golongan hasil buatan dan binaan manusia, baik yang berupa benda maupun yang bukan, yang biasa disebut kebudayaan,
3. golongan hal yang biasa disebut kekayaan alam.
Kepribadian manusia sebagai mahluk sosial bisa bertindak (aksi) dan menerima sambutan (reaksi) dari sesamanya. Sejak lahir manusia memmpunyai sifat naluriah, naluriah trsebut bisa berkembang atau berubah karena pergaulan atau pendidikan. Seiring berubahnya sifat memungkinkan merobah hasrat yang semula tidak sosialis menjadi lebih sosialis.
Kebudayaan adalah cara hidup yang dibina oleh suatu masyarakat guna memenuhi kebutuhan pokoknya. Kebudayaan materil terdiri dari obyek fisik dengan cara penggunaannya, sedangkan kebudayaan immaterial mencakup kepercayaan, kebisaan, ide, idelogi dan bangunan-bangunan sosial, transmisi kebudayaan adal suatu proses pnerusan kebudayaan melalui pendidikan. Bila suatu kebudayaan berkembang sedemikian rupa sehinggan mencapai tingkatan yang tinggi dan kerumitan tertentu, maka dapat dikaakan pebedaan (silvilisasi).
Kekayaan alam yang terdapat didalam linkungan hidup mencakup hal-hal seperti tanah, air,udara, subermakanan dan lainya. Manusia sangat bergantung pada kekayaan alam, maka tidak sedikit manusia melakukan ekploitasi sumber daya alam yang berlebihan demi kepintingan pribadi tanpa melakukan observasi. Observasi lingkungan sangat penting demi keterjaganya kekayaan alam dandemi kelangsungan makhluk hidup.
Terlalu berpandangan pesimistik bahwa dampak negatif teknologi yang memerosotkan kualitas lingkungan hidup kita tidak mungkin dapat diatasi, Terlalu meyakini pendirian yang menyatakan bahwa teknologi mampu menyelamatkan nasib masa depan manusia; Terlalu apatis terhadap realitas kegiatan para pecinta lingkungan yang sedang memperjuangkan nasib masa depan dari ancaman degradasi lingkungan hidup.
Untuk itu Pendidikan Lingkungan melakukan 2 hal penting; yang pertama menyebarluaskan informasi-informasi seperti: ancaman terhadap hutan tropis, akibat penurunan luas hutan tropis, fakta-fakta degradasi lingkungan, dll. Kedua, melakukan encourage atau mendorong kesadartahuan masyarakat melalui wacana-wacana seperti antropoekologi, wawasan etika lingkungan, dll.
Hutan didalam dunia pendidikan memiliki nilai yang tinggi sebagai media pendidikan, serta bahan dan isi pendidikan. Untuk mengidentifikasi serta memecahkan permasalahan konservasi alam, dibutuhkan partisipasi masyarakat secara menyeluruh, diiringi kesadaran bahwa alam yang memerlukan perhatian khusus, merupakan hal penting bagi kehidupan saat ini dan masa yang akan datang. Kesadaran itu tidaklah datang dengan sendiri, tetapi harus dilakukan sejak usia dini dan terus berkelanjutan.
Norma Sosial dan Nilai Hidup
Terbentuknya norma sosial itu sebagian dari kebiasaan yang lambat laun menjadi pedoman hidup yang kokoh dan sebagian lagi berasal dari pemerintah dan larangan keagamaan. Dalam bertingkah laku dan berusaha manusia tidak hanya diatur oleh norma sosialnya, tetapi juga dikemudikan oleh pertimbangan-pertimbanganya.
Suatu gagasan atau pengalaman yang dapat memenuhi keinginan dan dijadikan pegangan hidupnya bisa disebut nilai hidup. Nilai hidup itu tidak nampak tetapi tercerminkan pada tingkah laku seseorang dan memberikan arah dan bentuk kepadanya.susunan nilai hidup ini bisa berubah dari waktu ke waktu dan tmpat ke tempat. Ada nilai hidup berdasarkan angan-angan atau ideal dan ada yang rasionil atau praktis. Nilai hidup yang menurut angan-angan mencerminkan tradisionil.
Masalah Kerusakan Lingkungan
Masalah kerusakan lingkungan hidup dan akibat-akibat yang ditumbulkan manusia bukanlah suatu hal yang asing lagi di telinga kita. Degan mudah dan sistematis kita dapat menunjuk dan mengetahui apa saja jenis kerusakan lingkungan hidup itu dan apa saja akibat yang ditimbulkanya. Misalnya; dengan cepat dan sistematis kita dapat mengerti bahwa eksploitasi alam dan penebagan hutan yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan bencana banjir, tanah longsor dan kelangkaan air bersih; membuang limbah industri ke sungai dapat menyebabkan kematian ikan dan merusak habitatnya; penggunaan dinamit untuk menangkap ikan dapat merusak terumbu karang dan biota laut dan masih banyak lagi dampak lainya. Yang menjadi masalah adalah bahwa pengetahuan yang sama atas pengenalan kerusakan lingkungan hidup dan dampak yang ditimbulkan tersebut jarang terjadi dalam pemeliharaan dan perawatan lingkungan hidup. Pertanyaanya sekarang adalah benarkah kita sudah tidak dapat berpikir secara logis dan sistematis lagi sehingga tindakan kita untuk mengeksploitasi lingkungan hidup hanya berhenti pada tahap pengeksploitasian semata tanpa diikuti proses selanjutnya yaitu tanggungjawab untuk merawat dan memilihara? Lemahnya kesadaran kita terhadap lingkungan hidup juga terjadi karena adanya anggapan yang memandang bahwa pemanfaat alam bagi manusia itu adalah hal yang wajar. Menebang pohon guna kebutuhan manusia adalah hal yang sangat lumrah, misalnya. Membuang sampah sembarangan di mana pun sepertinya adalah suatu hal yang juga wajar, belum ada aturan yang ketat untuk itu. Kita tahu bahwa menebang pohon seenaknya atau membuang sampah sembarangan adalah suatu hal yang jelas-jelas salah, tapi kita tetap melakukannya berulang-ulang, sebab kita diuntungkan, tidak menjadi repot dan itu adalah hal yang sudah biasa dan mungkin kita menikmatinya. Barangkali kita baru akan benar-benar tersadar ketika terjadi bencana besar menimpa hidup kita atau sesama kita. Jika saja memang terjadi bahwa ada banyak orang memiliki pengetahuan dan kesadaran yang begitu rendah dan lamban seperti yang telah kita gambarkan di atas, betapa akan lebih cepat kerusakan lingkungan hidup kita. Hal tersebut tentunya tidak boleh terjadi, sebab kita semua tidak dapat hidup jika tidak ada lingkungan hidup yang menopang dan menjamin kehidupan kita. Dalam kerangka yang lebih luas, kita tentunya tahu bahwa hanya ada satu bumi tempat dimana kita hidup dan tinggal. Jika kerusakan lingkungan hidup berarti sama dengan kerusakan bumi, maka sama artinya dengan ancaman terhadap hidup dan tempat tinggal kita. Dengan kata lain, tugas untuk merawat dan memelihara lingkungan hidup, Alam serta segala isinya adalah tanggung jawab kita semua.
Masalah Moral dan Etika
Masalah kerusakan lingkungan hidup mempunyai cakupan yang cukup luas. Ia tidak hanya dibatasi di dalam bentuk kerusakan pada dirinya sendiri. Namun, ia juga terkait dengan masalah lain. Masalah yang dimaksud adalah masalah etika dan moral. Etika dapat dipahami sebagai filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika memberikan orientasi pada manusia agar manusia tidak hidup dengan cara ikut-ikutan saja terhadap berbagai fihak yang mau menetapkan bagaimana kita harus hidup, melainkan agar kita dapat mengerti sendiri mengapa kita harus mengambil sikap. Etika membantu, agar kita lebih mampu untuk mempertanggungjawabkan kehidupan kita. Sedangkan moral adalah ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, kotbah-kotbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan entah lisan atau tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia.
1. Masalah Etika
Masalah lingkungan hidup menjadi masalah etika karena manusia seringkali lupa dan kehilangan orientasi dalam memperlakukan alam. Karena lupa dan kehilangan orientasi itulah, manusia lantas memperlakukan alam secara tanpa adanya tanggungjawab. Oleh karena itulah pendekatan etis dalam menyikapi masalah lingkungan hidup sungguh sangat diperlukan. Pendekatan tersebut pertama-tama dimaksudkan untuk menentukan sikap, tindakan serta manejemen perawatan lingkungan hidup dan seluruh anggota ekosistem di dalamnya dengan tepat. Maka, sudah sewajarnyalah jika saat ini dikembangkan etika lingkungan hidup dengan sikap ramah terhadap lingkungan hidup. Teori etika lingkungan hidup dapat dikategorikan dalam dua tipe yaitu tipe pendekatan human-centered (berpusat pada manusia atau antroposentris) dan tipe pendekatan life-centered (berpusat pada kehidupan atau biosentris). Teori etika human-centered mendukung kewajiban moral manusia untuk menghargai alam karena didasarkan atas kewajiban untuk menghargai sesama sebagai manusia. Sedangkan teori etika life-centered adalah teori etika yang berpendapat bahwa kewajiban manusia terhadap alam tidak berasal dari kewajiban yang dimiliki terhadap manusia. Dengan kata lain, etika lingkungan hidup bukanlah subdivisi dari etika human-centered. Semenjak jaman modern, orang lebih suka menggunakan pendekatan etika human-centered dalam memperlakukan lingkungan hidup. Melalui pendekatan etika ini, terjadilah ketidakseimbangan relasi antara manusia dan lingkungan hidup. Dalam kegiatan praktis, alam kemudian dijadikan obyek yang dapat dieksploitasi sedemikian rupa untuk menjamin pemenuhan kebutuhan manusia. Sangat disayangkan bahwa pendekatan etika tersebut tidak diimbangi dengan usaha-usaha yang memadai untuk mengembalikan fungsi lingkungan hidup dan makhluk-makhluk lain yang ada di dalamnya. Dengan latar belakang seperti itulah kerusakan lingkungan hidup terus-menerus terjadi hingga saat ini. Menghadapi masalah kerusakan lingkungan hidup yang terus terjadi, rasanya pendekatan etika human-centered tidak lagi memadai untuk terus dipraktekkan. Artinya, kita perlu menentukan pendekatan etis lain yang lebih sesuai dan lebih ramah terhadap lingkungan hidup. Jenis pendekatan etika yang kiranya memungkinkan adalah pendekatan etika life-centered yang tadi sudah kita sebutkan. Pendekatan etika ini dianggap lebih memadai sebab dalam praksisnya tidak menjadikan lingkungan hidup dan makhluk-makhluk yang terdapat di dalamnya sebagai obyek yang begitu saja dapat dieksploitasi. Sebaliknya, pendekatan etika ini justru sungguh menghargai mereka sebagai subyek yang memiliki nilai pada dirinya. Mereka memiliki nilai tersendiri sebagai anggota komunitas kehidupan di bumi. Nilai mereka tidak ditentukan dari sejauh mana mereka memiliki kegunaan bagi manusia. Mereka memiliki nilai kebaikan tersendiri seperti manusia juga memilikinya, oleh karena itu mereka juga layak diperlakukan dengan respect seperti kita melakukanya terhadap manusia.
2. Masalah Moral
Dalam kehidupan sehari-hari tindakan moral adalah tindakan yang paling menentukan kualitas baik buruknya hidup seseorang. Agar tindakan moral seseorang memenuhi kriteria moral yang baik, ia perlu mendasarkan tindakanya pada prinsip-prinsip moral secara tepat. Prinsip-prinsip moral yang dimaksud di sini adalah prinsip sikap baik, keadilan dan hormat terhadap diri sendiri. Prinsip-prinsip moral tersebut disebutkan rasanya juga perlu untuk dikembangkan lebih jauh. Artinya, prinsip moral semcam itu diandaikan hanyalah berlaku bagi sesama manusia. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak hanya berjumpa dan berinteraksi degan sesamanya. Bisa saja terjadi bahwa seseorang lebih sering berinteraksi dan berhubungan dengan makhluk non-human atau lingkungan hidup di mana ia tinggal, bekerja dan hidup. Maka rasanya kurang memadai jika dalam konteks tersebut tidak terdapat prinsip-prinsip moral yang jelas seperti ketika seseorang menghadapi sesamanya. Dengan kata lain, rasanya akan lebih baik jika terdapat prinsip-prinsip moral yang menjadi penentu baik buruknya tindakan seseorang dengan lingkungan hidup dan unsur-unsur kehidupan lain di dalamnya.
Dalam bidang kehidupan manusia, altruisme dan self-sucrifice secara umum diartikan sebagai ekspresi tertinggi dari moralitas. Altruisme dan self-sucrifice adalah tindakan yang jelas mencerminkan bagaimana suatu aksi tidak hanya dimaksudkan demi kebaikan pribadi. Hal tersebut jelas menjadi representasi dari kriteria diri sebagai dasar moral. Jika kita menggunakan kacamata yang lebih luas, ekspresi tertinggi moralitas bisa jadi bukan hanya sekedar monopoli bidang kehidupan manusia. Artinya, dengan menggunakan kriteria yang sama yaitu altruisme dan self-sucrifice sebagai ekspresi tertinggi dari moralitas, makhluk non-human pun sebenarnya juga dapat melakukanya. Di atas telah disebutkan bahwa semut, lebah, serta tumbuhan dapat merepresentasikan tindakan altruis dan self-sucrifice. Oleh karena itu, rasanya tidaklah terlalu berlebihan jika kita menyebut mereka sebagai makhluk yang juga memiliki
Sampai sejauh ini, rasanya tidak ada alasan yang cukup kuat untuk mengecualikan makhluk non-human sebagai makhluk yang tidak pantas disebut sebagi agen moral. Jika memang benar demikian sebenarnya tidak juga ada alasan yang berarti untuk melakukan eksploitasi terhadap mereka. Hanya saja, perlu di sadari bahwa seringkali yang menjadi masalah bukan karena manusia tidak tahu bagimana cara menghargai makhluk non-human dan memandangnya sebagai makhluk yang tidak memiliki nilai intrinsik pada dirinya, tetapi karena sebagain manusia terlalu sering menggunakan ukuran kemanusiaannya untuk dikenakan terhadap makhluk hidup di luar dirinya. Standar yang mereka berlakukan kadangkala tidak tepat sehingga merugikan peran dan keberadaan makhluk non-human. Jika kita ingin mencari pendekatan yang lebih baik, standarisasi tersebut tentunya perlu juga berorientasi terhadap kelebihan dan kekurangan makhluk non-human itu sendiri. Dengan demikian, tidak perlulah terjadi pembedaan yang berat sebelah antara manusia dan makhluk non-human dalam penentuannya sebagai agen moral dalam komunitas kehidupan di bumi.
Pendekatan etika life-centered sepertinya adalah salah satu pendekatan etika yang paling cocok untuk lingkungan hidup jaman ini. Pendekatan tersebut kiranya juga memberikan kondisi yang sangat mendukung untuk makhluk non-human yang kerapkali diabaikan oleh manusia. Dengan pendekatan yang sama terbuka juga kemungkinan untuk membangun prinsip-prinsip dasar moral lingkungan hidup. Begitu juga dengan prinsip hormat terhadap diri sendiri. Kiranya prinsip tersebut dapat dikebangkan menjadi prinsip yang bukan hanya dimaksudkan untuk menghormati diri sendiri semata tetapi juga untuk sesama, makhluk hidup non-human dan unsur yang terdapat di dalam alam semesta seperti yang semestinya terjadi untuk prinsip sikap baik dan tanggungjawab.

Fungsi dan Peranan Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam yang memberikan banyak keuntungan bagi manusia, berjasa untuk produktivitasnya yang tinggi serta kemampuannya memelihara alam. Mangrove banyak memberikan fungsi ekologis dan karena itulah mangrove menjadi salah satu produsen utama perikanan laut. Mangrove memproduksi nutrien yang dapat menyuburkan perairan laut, mangrove membantu dalam perputaran karbon, nitrogen dan sulfur, serta perairan mengrove kaya akan nutrien baik nutrien organik maupun anorganik. Dengan rata-rata produksi primer yang tinggi mangrove dapat menjaga keberlangsungan populasi ikan, kerang dan lainnya. Mangrove menyediakan tempat perkembangbiakan dan pembesaran bagi beberapa spesies hewan khususnya udang, sehingga biasa disebut “tidak ada mangrove tidak ada udang” (Macnae,1968).

Mangrove membantu dalam pengembangan dalam bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar pantai dengan mensuplai benih untuk industri perikanan. Selain itu telah diketemukan bahwa tumbuhan mangrove mampu mengontrol aktivitas nyamuk, karena ekstrak yang dikeluarkan oleh tumbuhan mangrove mampu membunuh larva dari nyamuk Aedes aegypti (Thangam and Kathiresan,1989). Itulah fungsi dari hutan mangrove yang ada di India, fungsi­fungsi tersebut tidak jauh berbeda dengan fungsi yang ada di indonesia baik secara fisika kimia, biologi, maupun secara ekonomis.

Secara biologi fungsi dari pada hutan mangrove antara lain sebagai daerah asuhan (nursery ground) bagi biota yang hidup pada ekosisitem mengrove, fungsi yang lain sebagai daerah mencari makan (feeding ground) karena mangrove merupakan produsen primer yang mampu menghasilkan sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon mangrove dimana dari sana tersedia banyak makanan bagi biota-biota yang mencari makan pada ekosistem mangrove tersebut, dan fungsi yang ketiga adalah sebagai daerah pemijahan (spawning ground) bagi ikan-ikan tertentu agar terlindungi dari ikan predator, sekaligus mencari lingkungan yang optimal untuk memisah dan membesarkan anaknya. Selain itupun merupakan pemasok larva udang, ikan dan biota lainnya. (Claridge dan Burnett,1993)

Secara fisik mangrove berfungsi dalam peredam angin badai dan gelombang, pelindung dari abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen.

Dimana dalam ekosistem mangrove ini mampu menghasilkan zat-zat nutrient (organik dan anorganik) yang mampu menyuburkan perairan laut. Selain itupun ekosisitem mangrove berperan dalam siklus karbon, nitrogen dan sulfur.

Secara ekonomi mangrove mampu memberikan banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat, baik itu penyediaan benih bagi industri perikanan, selain itu kayu dari tumbuhan mangrove dapat dimanfaatkan untuk sebagai kayu bakar, bahan kertas, bahan konstruksi yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Dan juga saat ini ekosistem mangrove sedang dikembangkan sebagai wahana untuk sarana rekreasi atau tempat pariwisata yang dapat meningkatkan pendapatan negara.

Ekosistem mangrove secara fisik maupun biologi berperan dalam menjaga ekosistem lain di sekitarnya, seperti padang lamun, terumbu karang, serta ekosistem pantai lainnya. Berbagai proses yang terjadi dalam ekosistem hutan mangrove saling terkait dan memberikan berbagai fungsi ekologis bagi lingkungan. Secara garis besar fungsi hutan mangrove dapat dikelompokkan menjadi :

1. Fungsi Fisik

Menjaga garis pantai

Mempercepat pembentukan lahan baru

Sebagai pelindung terhadap gelombang dan arus

Sebagai pelindung tepi sungai atau pantai

Mendaur ulang unsur-unsur hara penting

2. Fungsi Biologi -Nursery ground, feeding ground, spawning ground, bagi berbagai spesies udang, ikan, dan lainnya -Habitat berbagai kehidupan liar

3. Fungsi Ekonomi

- Akuakultur

- Rekreasi

- Penghasil kayu

Beberapa fungsi ekosistem mangrove yang memiliki hubungan dengan sumberdaya perikanan disajikan pada gambar berik

Hutan mangrove mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan biologi di suatu perairan. Selain itu hutan mangrove merupakan suatu kawasan yang mempunyai tingkat produktivitas tinggi. Tingginya produktivitas ini karena memperoleh bantuan energi berupa zat-zat makanan yang diangkut melalui gerakan pasang surut.

Keadaan ini menjadikan hutan mangrove memegang peranan penting bagi kehidupan biota seperti ikan, udang, moluska dan lainya. Selain itu hutan mangrove juga berperan sebagai pendaur zat hara, penyedia makanan, tempat memijah, berlindung dan tempat tumbuh.

Hutan mangrove sebagai pendaur zat hara, karena dapat memproduksi sejumlah besar bahan organik yang semula terdiri dari daun, ranting dan lainnya. Kemudian jatuh dan perlahan-lahan menjadi serasah dan akhirnya menjadi detritus. Proses ini berjalan lambat namun pasti dan terus menerus sehingga hasil proses pembusukan ini merupakan bahan suplai makanan biota air.

Turner (1975) menyatakan bahwa disamping fungsi hutan mangrove sebagai 'waste land' juga berfungsi sebagai kesatuan fungsi dari ekosistem estuari yang bersifat:

Sebagai daerah yang menyediakan habitat untuk ikan dan udang muda serta biota air lainnya dalam suatu daerah dangkal yang kaya akan makanan dengan predator yang sangat jarang.

Sebagai tumbuhan halofita, mangrove merupakan pusat penghisapan zat-zat hara dari dalam tanah, memberikan bahan organik pada ekosistem perairan. Merupakan proses yang penting dimana tumbuhan menjadi seimbang dengan tekanan garam di akar dan mengeluarkannya.

Hutan mangrove sebagai penghasil detritus atau bahan organik dalam jumlah yang besar dan bermanfaat bag! mikroba dan dapat langsung dimakan oleh biota yang lebih tinggi tingkat. Pentingnya 'detritus food web' ini diakui oleh para ahli dan sangat berguna dilingkungannya. Detritus mangrove menunjang populasi ikan setelah terbawa arus sepanjang pantai.

Berdasarkan hal tersebut diatas, hutan mangrove memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan biota air dalam kesatuan fungsi ekosistem. Dengan bertambah luasnya hutan mangrove, cenderung semakin tinggi produktivitasnya. Hal ini telah dibuktikan oleh Martosubroto (1979) yaitu ada hubungan antara keUmpahan udang diperairan dengan luasnya hutan mangrove. Demikian pula hasil penelitian dari Djuwito (1985) terhadap struktur komunitas ikan di Segara Anakan memberikan indikasi bahwa perairan tersebut tingkat keanekaragamannya tinggi, dibandingkan dengan daerah Cibeureum yang dipengaruhi oleh sifat daratan. Tingginya keanekaragaman jenis ikan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor makanan dan faktor kompetisi.

Produksi primer bersih merupakan bagian dari produksi primer fotosintesis tumbuhan yang tersisa setelah beberapa bagian digunakan untuk respirasi tumbuhan

yang bersangkutan. Fotosintesis dan respirasi adalah dua elemen pokok dari produksi primer bersih. Komponen-komponen produksi primer bersih adalah keseluruhan dari organ utama tumbuhan meliputi daun, batang dan akar. Selain itu, tumbuhan epfit seperti alga pada pneumatofor,dasar pohon dan permukaan tanah juga memberikan sumbangan kepada produksi primer bersih.

Clough (1986) menyatakan produksi primer bersih mangrove berupa mated yang tergabung dalam biomassa tumbuhan yang selanjutnya akan lepas sebagai serasah atau dikonsumsi oleh organisme heterotrof atau dapat juga dinyatakan sebagai akumulasi materi organik bam dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan dari respirasi yang biasanya dinyatakan dalam berat kering materi organik.

Sebagai produser primer, mangrove memberikan sumbangan berarti terhadap produktivitas pada ekosistem estuari dan perairan pantai melalui siklus materi yang berdasarkan pada detritus atau serasah (Head, 1969 dalam Clough, 1982). Produktivitas merupakan faktor penting dari ekosistem mangrove dan produksi daun mangrove sebagai serasah dapat digunakan untuk menggambarkan produktivitas (Chapman, 1976).

 
© free template by Blogspot templates